Bersama Kemenkes RI, #CegahPTM serta Hari Tanpa Tembakau Se-dunia 2019, kunjungi RS Persahabatan
Halohaaa kamU~
Ini lah blogpos yang dijanjikan di akun Ig-ku @uniiyanisd, tentang pencegahan Penyakit Tidak Menular a.k.a PTM di HTTS: Hari Tanpa Tembakau Sedunia di 2019. Mari mari lanjut baca, bagaimana aku dan BCC squad menjalani kegiatan berfaedah ini..
Workshop Blogger Kesehatan yang diadakan oleh Kementrian Kesehatan RI, bagian Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tidak Menular (P2PTM) ini diadakan selama dua hari, pada 18-19 Juni 2019 dengan agenda yang beragam. Pembahasan kali ini tentang Cegah PTM dan HTTS 2019.
Lalu, apakah itu PTM? Apakah itu HTTS? Apakah itu semua? Kenapa perlu dibuatkan tulisan?
Karena seperlu itu.. Iya, seperlu itu agar kita kembali ingat dan lebih mawas diri. Sesuai pepatah dari zaman dulu, mencegah lebih baik daripada mengobati. Mari lanjut baca~
PTM adalah Penyakit Tidak Menular, yang bisa sekali diCEGAH
Rasa-rasanya.. istilah ‘tidak menular’ berasa ada di level bahaya yang rendah dalam per-kasta-an penyakit, gak tu? Plis, jangan terkecoh. Malah PTM-lah yang berada di tingkat teratas untuk penyakit penyebab kematian.
Hari pertama lokakarya ini di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan. Setelah acara dibuka oleh Direktur P2PTM, Ibuk dr. Cut Putri Arianie, MHKes, pemaparan mengenai penyakit tak menular makin mendalam.

Perwakilan dari Direktorat P2PTM sebagai narasumber pertama yaitu Ibu Dr. Theresia Sandra Diah Ratih, MHA. Pencegahan dan pengendalian PTM oleh Kemenkes RI telah memiliki kebijakan dan strategi.
Yang termasuk dalam kategori PTM ini diantaranya: stroke, diabetes, hipertensi, kanker dan sejenisnya. Terburuknya, PTM ini bisa menyebabkan kematian mendadak.
Lalu, bagaimana PTM ini bisa ditekan resikonya? Lewat pembatasan konsumsi gula, garam, dan lemak untuk makanan dan minuman, keseimbangan diet. Serta, menjaga diri dari konsumsi ataupun paparan olahan tembakau.
PTM bisa jauh dengan gaya hidup sehat
Adalah sesi selanjutnya diisi oleh Ibuk Dr. Rita Ramayulis, DCN, M.Kes. Gaya hidup sehat ini termasuk:
- Makan-minum dalam porsi dan berbahan ‘sehat’
Ada istilahnya ISI PIRINGKU. Ada peruntukan jumlah gizi dari yang kita konsumsi per hari yang harusnya dipenuhi seimbang.
Dari data yang didapatkan, ternyata kita di Indonesia kurang dalam makan buah dan sayur. Harusnya, konsumsi karbohidratlah yang lebih rendah. Sebab itu bisa memicu obesitas yang akan jadi penyebab diabetes, hipertensi dan penyakit komplikasi.
2. Hindari konsumsi tembakau dan paparan asap rokok
Perokok di lingkungan kita kini masih dalam kategori konsumen olahan tembakau yang tinggi. Meski berbagai usaha dan informasi untuk tidak merokok karena dampak buruknya pada tubuh, ini masih jadi upaya yang terus-menerus.
Ditambah lagi fenomena perokok di masyarakat kita, anak-anak sudah mengenal rokok sejak dini dan bahkan mau tak mau jadi perokok pasif. Sejalan dengan perkembangan tumbuh anak, dan bonus demografi Indoesia 2045, akan ada penurunan kualitas kesehatan dan hidup karena badan yang terkena penyakit akibat asap rokok.
3. Perbanyak aktifitas fisik, latihan fisik serta olah raga
4. Hindari konsumsi alkohol
Lebih oke lagi dengan kita praktikan CERDIK. Masih ingat kampanye kesehatan ini, yaitu:
Cek kondisi kesehatan secara berkala
Enyahkan asap rokok
Rajin aktifitas fisik
Diet dengan gizi seimbang
Istirahat yang cukup
Kelola stress
Tim kunjungan ke RSUP Persahabatan
Hari kedua, ada 5 rumah sakit terpilih untuk dikunjungi agar kita lihat langsung lapangan. Aku masuk ke dalam tim yang mengunjungi Rumah Sakit Persahabatan, di daerah Jakarta.
Disambut oleh jajaran direksi rumah sakit, kita juga dijelaskan bagaimana perjuangan pihak rumah sakit untuk sampai pada prestasi yang telah mereka dapatkan kini.
Fokus pelayanan rumah sakit ini teruntuk warga ekonomi menengah-ke bawah. Kualitas layanan terus menerus ditingkatkan agar visi mereka membantu pasien dengan bersahabat terus terwujud.
Ada Klinik Berhenti Merokok dengan ketua timnya yaitu dr. Feni Fitriani Sp.P(K). Dipaparkanlah bagaimana perkembangan kasus dampak kesehatan bagi perokok. Salah satunya, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Selanjutnya, kita diajak untuk bertemu salah satu pasien PPOK. Berpindah dari ruang pertemuan ke taman rumah sakit jadi hal plus disini, sejuk-rindang-hijau di tengah kota Jakarta.
Pak Nurhali, beliaulah pasien yang kita temui. Ceritanya, beliau sudah merokok sejak berumur 18 tahun dan berhasil berhenti sejak beberapa tahun yang lalu. Namun, kesehatan paru-paru-nya sudah tidak baik sehingga beliau bergantung pada obat dan perawatan.