Tentang Kusta: Perawatan Diri dan Pencegahan Disabilitas
Halo U~
Dari mendengarkan Ruang Publik KBR via Youtube di tanggal 28 April lalu, penyakit Kusta menjadi topik pembahasan lagi. Ada dua narasumber yang dihadirkan.
Yaitu kali ini adalah dr. M Riby Machmoed MPH yaitu Technical Advisor Program Leprosy Control, NLR Indonesia dan Sierli Natar,S.Kep merupakan Wakil Supervisor (wasor) TB/Kusta, Dinas Kesehatan Kota Makassar.
Dokter Riby dan Buk Sierli berbagi banyak ilmu dan informasi terkait kondisi pasien Kusta dan penyandang disabilitas karena menderita Kusta.
Sebagai penyakit menular yang paling tidak menular, Kusta masih dilabeli dengan banyak stigma atau anggapan negatif sampai saat ini. Penderita penyakit ini pun masih dipandang buruk.
Padahal sebagai sesama manusia, penyakit Kusta ini diharapkan tidak mengurangi nilai kemanusiaan kepada penderitanya. Cukup di masa lalu ada pengucilan dan diskriminasi ekstrim terjadi.
Ilmu kesehatan sudah semakin maju dan harapan untuk angka pasien Kusta terus menurun semakin besar. Usaha bersama sangat amat diperlukan untuk ini.
Untuk orang yang baru tahu atau bahkan tidak sadar dirinya terinfeksi bakteri dari penularan Kusta, perlu segera merawat dirinya dengan cara berobat ke Puskesmas dan atau rumah sakit.
Penyakit Kusta bisa disembuhkan secara medis. Sudah ada berbagai obat dan terapi yang tersedia.
Meski stigma buruk masih bertebaran di masyarakat sosial, itu tidak akan sebanding lagi jika tetap bersikeras untuk menjalani pengobatan untuk merawat diri yang sudah terinfeksi bakteri.
Cara pikir begini: biarlah malu beberapa waktu karena diketahui sakit Kusta karena pergi bolak-balik berobat daripada diam-diam saja lalu infeksi penyakitnya semakin parah hingga menyebabkan cacat tubuh.
Secara data, kasus Kusta menurun di Indonesia. Baik untuk kasus baru maupun kasus pada anak. Namun yang diharapkan ke depannya adalah angka penurunan yang lebih besar.
Daerah yang punya kasus Kusta yang tinggi yaitu di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua dan Papua Barat. Usaha dan perhatian untuk menyembuhkan pasien Kusta jadi lebih besar pula di daerah tersebut.
Anggapan atau stigma buruk mengenai penyakit Kusta di masyarakat sudah sampai di tahap diskriminasi. Jika itu dulu maka ilmu kedokteran masih terbatas. Tapi kini, perkembangan penelitian semakin maju terhadap Kusta dan pengobatannya.
Penyakit Kusta atau Lepra ialah penyakit yang menyerang syaraf kulit, syaraf tepi dan saluran pernafasan. Penyakit ini ditularkan melalui cairan atau droplet ketika bersin dan batuk yang mengandung bakteri yang menginfeksi- Mycrobacterium leprae.
Yang menjadi poin pentingnya adalah percikan droplet dari penderita Kusta harus terus-menerus dulu mengenai seseorang hingga dinyatakan tertular dan ada jarak waktu yang lama pula bagi si bakteri untuk berkembang biak di tubuh calon penderita.
Gejala penyakit Kusta tidak langsung tampak. Ada kasus menunjukkan butuh waktu sekitar 20-30 tahun bagi seseorang terinfeksi.
Untuk pengobatan, metode utamanya yakni antibiotik. Resep konsumsi antibiotik tergantung dengan tingkat/jenis Kusta yang diderita.
Di Indonesia, pengobatan penyakit Kusta menggunakan metode MDT yaitu Multi Drug Therapy. Serta ditambah operasi untuk kasus-kasus tertentu.
Penyebaran informasi yang benar tentang Kusta juga ditujukan kepada masyarakat supaya stigma dan anggapan buruk terhadap penderita menghilang dan diskriminasi juga meluntur.
Ada efek domino jika anggapan buruk kepada penderita Kusta terus menerus dibiarkan. Sebab tidak hanya kesehatan fisik saja yang terganggu.
Nantinya ketika masyarakat sudah teredukasi tentang informasi yang benar terkait penyakit Kusta, maka diharapkan tidak mudah lagi stigma buruk menyebar. Apalagi di era digital sekarang, channel dan sumber informasi yang terpercaya semakin mudah dijangkau dan diakses.
Kolaborasi dalam aksi mengatasi perkembangan Kusta ini mudah-tidak-mudah. Semoga di masa depan, usaha yang kita lakukan hari ini lewat mengedukasi diri terkait informasi penyakit Kusta menunjukkan hasil. Semakin rendah angka penderitanya.