Setara dalam Ketidaksetaraan Sehatnya Mental
Halo kamU,
Berhubungan dengan topik, setiap tahun ada tanggal yang dijadikan hari peringatannya: 10 Oktober sebagai Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Itu dari World Federation for Mental Health sejak tahun 1992. Pengingat bahwa kesehatan tidak hanya perihal fisik, tapi juga psikis.
Akhir-akhir ini dalam circle pertemanan dan media sosial, kata kesehatan mental sudah makin familiar. Terima kasih pada internet, ada ilmu pengetahuan yang bisa diakses semakin mudah. Sehingga orang-orang semakin memperluas pemahaman.
Beberapa waktu dulu, dalam ingatanku, kata sakit mental, sakit jiwa, dan sejenisnya itu selalu mengarah kepada satu pengetahuan bahwa itu maksudnya adalah orang gila dan bermakna konotasi negatif. Anggapan umum yang sering di masyarakat.
Padahal jika saja ditilik, kondisi mental tiap orang tidak bisa langsung terlihat benar oleh mata. Pun kadang orang yang bersangkutan bisa jadi dia tidak tahu ada yang tidak sehat dalam kondisi mental jiwa dirinya sendiri. Manusia memang sering kelupaan.

World Mental Health Day 2021
Untuk tahun 2021, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) memperingati World Mental Health Day dengan salah satunya lewat acara virtual Temu Blogger. Bahasan tema yaitu Mental Health in an Enqual World.
Bermacam topik dibahas oleh lima narasumber yang dihadirkan selama durasi tiga jam lebih. Kesetaraan kesehatan mental jadi inti.
Dr. Calestinus Eigya Munthe, Sp.K.J.M.Kes merupakan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Mental, Kesehatan Jiwa dan Napza; Dr. Satti Raja Sitanggang, Sp.KJ dari PDSKJI; Dr. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si., Psikolog yaitu Ketua Umum PP Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK Indonesia); Bagus Utomo adalah Ketua Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI); dan, Romanus Ndau dari Komisi Informasi Publik RI.
Dalam pembahasan, disebutkan bahwa sehatnya jiwa adalah bagian dari kesehatan menyeluruh dan bermakna sehat secara mental, spiritual, fisik dan sosial. Seseorang yang sehat itu bisa menjalani kehidupannya secara mandiri, produktif dan berkontribusi pada sekitarnya.
Masalah kesehatan jiwa di Indonesia ada banyak. Diantaranya, yaitu: prevalensi yang masih tinggi, kesenjangan pengobatan tinggi, tingginya beban akibat gangguan jiwa, kurangnya SDM kesehatan jiwa, terbatasnya akses layanan, kurang pedulinya masyarakat terhadap Hak Asasi Manusia, dan tingginya angka penyalahgunaan napza.
Secara data, baik di Indonesia dan negara lainnya perlu peningkatan kesehatan mental. Sangat penting sehingga WHO pun mengeluarkan Mental Health Action Plan yang berisi:
- 80% negara memiliki perencanaan dalam menangani kesehatan jiwa
- 50% negara mempunyai kebijakan kesehatan jiwa yang sesuai hak asasi manusia
- Peningkatan cakupan layanan untuk ODGJ berat sebanyak 20%
- 80% negara mempunyai paling sedikit 2 program promotif preventif kesehatan jiwa yang berskala nasional
- Angka bunuh diri menurun sebanyak 10%
- 80% negara mempunyai sistem pelaporan rutin tentang indikator-indikator kesehatan jiwa
Edukasi mengenai kesehatan mental agar jika berada di kondisi mental yang tidak sehat bisa sadar untuk menanganinya secara profesional dan cepat, cegah berubah ke status kronis. Seperti kesehatan fisik, kesembuhan pun ada untuk sakit psikis. Cukup ditangani, diobati secara keilmuwannya.
Tambahan, masa pandemi yang memberi dampak besar pada kesehatan mental, bisa dijalani lebih ringan dengan yang disebut dengan CERDIK, yaitu: Cek kondisi kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang, Istirahat yang cukup, dan Kendalikan stress.